![]() |
Komisi III DPRD Batam sidak ke proyek reklamasi laut PT Visinter Indonesia di Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa,Selasa (4/3/2025) malam. (Ist) |
BATAM | ESNews - Tak hanya inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi aktivitas pemotongan bukit di belakang PT Semen Merah Putih, Komisi III DPRD Batam juga turun ke proyek reklamasi laut PT Visinter Indonesia di Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa,Selasa (4/3/2025) malam.
Dalam sidak ke PT Visinter Indonesia itu diikuti oleh sejumlah anggota Komisi III DPRD Batam seperti, Walfentius Tindaon (Partai Golkar), Jamson Silaban (Partai PDIP), M. Rizky Aji Perdana (Partai PKN) dan M. Dycho Barcelona Maryon (Partai Nasdem).
Diketahui, proyek reklamasi laut PT Visinter Indonesia yang telah berlangsung sejak beberapa bulan lalu hingga sekarang, kini keberadaannya mendapat sorotan tajam Komisi III DPRD Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Bukan tanpa sebab, Komisi III DPRD Batam menilai proyek penimbunan laut (reklamasi) PT Visinter Indonesia ini sangat berdampak buruk terhadap lingkungan serta kelestarian perairan laut Batam dikemudian hari.
Selain berdampak buruk pada lingkungan dan perairan, proyek ini juga disebut-sebut diduga kuat belum mengantongi izin cut and fiil, AMDAL dan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang dikeluarkan langsung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Anggota Komisi III DPRD Batam fraksi Partai PDI Perjuangan, Jamson Silaban mengatakan, kehadiran Komisi III DPRD Batam ke perusahaan shipyard PT Visinter Indonesia tak lain untuk merespon langsung pengaduan sejumlah masyarakat nelayan pesisir.
"Para nelayan ini melaporkan bahwa dampak penimbunan proyek reklamasi PT Visinter Indonesia sangat mengganggu mata pencarian mereka," ungkap Jamson Silaban, Jum'at (7/3/2025).
Menurut Jamson, informasi yang berhasil diperoleh dari sidak kemarin, proyek reklamasi laut PT Vesinter Indonesia dilakukan untuk perluasan area perusahaan. Tanah timbunan mereka dapatkan dari sebuah bukit persis di bundaran Punggur.
"Disini kami menduga ada pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Pasalnya, pihak PT Visinter terkesan enggan menemui Komisi III DPRD Batam meski kami telah melakukan pemanggilan," ujarnya.
Hal senada diungkapkan, Anggota Komisi III DPRD Batam Walfentius Tindaon. Pihaknya menduga, PT Visinter Indonesia sengaja berusaha melakukan manuver saat hendak dimintai keterangan Komisi III DPRD Batam.
"Saat kami sidak ke lokasi, kedatangan kami justru dihadapkan dengan orang dalam yang tidak berkompeten dalam menjawab pertanyaan kami seputar kegiatan ini," tutur Walfentius Tindaon.
Walfentius Tindaon menjelaskan, informasi yang diperoleh dari lokasi, rencananya proyek reklamasi laut PT Vesinter Indonesia ini memiliki target seluas 6 hektare.
"Sungguh menakjubkan, 6 hektare laut bakal ditimbun oleh mereka. Bahkan, sekarang sudah mencapai 50 persen penimbunan itu," jelasnya.
Menurut Walfentius, minimnya pengawasan terhadap proyek reklamasi laut PT Vesinter Indonesia cukup terasa. Perangkat Pemerintah setempat seperti Camat dan Lurah terkesan acuh terhadap dampak lingkungan akibat proyek tersebut.
"Kemana Camat dan Lurah disini ada aktivitas seperti ini tak mungkin tak tau. Tentu, hal ini bakal menjadi catatan penting bagi Komisi III DPRD Batam," pungkasnya.
Sebelumnya diketahui, salah satu nelayan warga Teluk Lengung berinisial S mengaku cukup prihatin dengan kondisi lingkungan akibat dampak dari proyek reklamasi laut PT Vesinter Indonesia.
"Air laut yang dulunya bersih, kini berubah kuning. Karena lumpur dari proyek reklamasi itu mengalir langsung ke laut," ujar pria berinisial S warga Teluk Lengung yang identitas diminta untuk tidak dipublikasikan, Sabtu (5/2/2025).
Pria berinisal S ini juga mengaku, sebenarnya nelayan Teluk Lengung sudah cukup sangat resah dengan kondisi perairan saat ini. Akibat dampak proyek reklamasi itu, hasil tangkapan di laut mengalami penurunan yang sangat drastis.
"Air keruh begini, bagaimana kita mau dapat banyak tangkapan ikan. Tapi, apalah daya kami tak dapat berbuat banyak sekarang ini," ungkapnya.
Namun, kata S, nelayan setempat tak dapat berkutik setelah pihak perusahaan memberikan kompensasi beberapa bulan lalu.
"Kita cuma cukup pasrah dan diam saja. Perusahaan ini kemarin sempat kami demo dan mereka memberikan sejumlah uang kompensasi sehingga kami tak bisa menuntutnya lagi," pungkasnya. (Red)